Berita Terkini


Penarafflesia.com - Suasana senja menyelinap di langit Bengkulu, menyisakan warna oranye dan merah di ufuk barat. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut, membelai hamparan pasir di tepi pantai. Di tengah hening, Benteng Marlborough tegak dengan megah, menyimpan berjuta kenangan di dalamnya.
Rifky, seorang remaja asli Bengkulu, seringkali menyelinap ke dalam terik siang atau kegelapan malam untuk mengeksplorasi setiap sudut benteng. Baginya, benteng itu bukan hanya bangunan batu, melainkan gudang kisah dari masa lalu.
Suatu hari, Rifky menemukan buku tua di balik tumpukan batu. Lembaran-lembaran kuning dan rapuh itu menceritakan perjalanan kapal-kapal layar yang bersandar di pelabuhan Benteng Marlborough pada abad ke-18. Dia merasa seakan dibawa pada masa itu, merasakan getaran kehidupan yang ada di sekeliling benteng.
Setiap sore, Rifky duduk di atas tembok benteng dan memandangi laut. Dia membayangkan awan-awan tebal sebagai armada yang datang dari kejauhan. Suara gelombang menjadi nyanyian pelaut yang tak terlupakan. Terkadang, dia bisa merasakan getaran suara orang-orang yang pernah menginjakkan kaki di sana, menciptakan jejak sejarah yang kini terabadikan dalam batu.
Namun, kehidupan di benteng tak hanya tentang cerita masa lalu. Rifky sering bertemu dengan nenek tua, Mbah Siti, yang tinggal di sekitar benteng sejak puluhan tahun lalu. Mbah Siti menceritakan kisah kehidupan sehari-hari di Benteng Marlborough, tentang pertemanan di antara penduduk setempat, dan tentang senyum yang selalu bersinar meski di tengah keterbatasan.
Pada suatu malam, Benteng Marlborough menjadi saksi sebuah pertunjukan teater keliling. Para pemuda di desa menampilkan cerita-cerita rakyat yang disulap menjadi pertunjukan yang menghibur. Rifky, duduk di antara kerumunan orang, merasa bangga menjadi bagian dari komunitas yang hidup dan berkreasi di sekitar benteng.
Seiring berjalannya waktu, Rifky menyadari bahwa Benteng Marlborough bukan hanya saksi bisu dari masa lalu, tetapi juga penjaga kebersamaan dan kehidupan. Benteng itu memberikan inspirasi untuk terus berkarya, seperti halnya para pelaut dan penduduk setempat yang dahulu mengisi setiap sudutnya dengan kehidupan.
Malam itu, di bawah langit yang kini gelap, Rifky merenung. Benteng Marlborough bukan hanya warisan sejarah, melainkan rumah yang membuka pintu untuk mewujudkan impian dan mengarungi lautan waktu.
***
Shinta, cerpenis tinggal di Bengkulu.