Skip to main content

Soal Harga TBS, Ini Yang Ditekankan Anggota DPRD Bengkulu Fitri

Fitri Dewan Provinsi Bengkulu Dapil Mukomuko Foto/Dok
Fitri Dewan Provinsi Bengkulu Dapil Mukomuko Foto/Dok

Penarafflesia.com - Penetapan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) sawit di Provinsi Bengkulu diimbau agar tidak hanya mengandalkan minyak CPO saja.

“Perlu dimasukkan faktor-faktor lain dari hasil pengelolaan CPO dalam penetapan harga TBS kelapa sawit,” ujar Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Fitri, Rabu (9/8/23).


Dijelaskan Fitri, harga TBS kelapa sawit saat ini jauh dari harapan para petani. Fokus hanya pada CPO, hingga harga TBS rendah karena tidak mencakup nilai ekonomi dari komponen-komponen lainnya.


Selain CPO, komponen seperti cangkang dan kernel dari buah kelapa sawit juga memiliki nilai ekonomis. Sebagai contoh, cangkang dan kernel dapat diekspor dan diolah menjadi produk bernilai, seperti sabun.

“Kernel dan limbah harus dimasukkan nilai tambah dalam penetetapan harga tbs karena memiliki nilai ekonomis,” imbuh Fitri.

Dalam industri minyak kelapa sawit, terdapat tahapan dan aspek yang berbeda dengan dinamika harga sendiri.

Setiap tahapan, dimulai dari produksi minyak hingga pengolahan inti dan limbah, memiliki faktor-faktor yang bisa memengaruhi harganya.


“Maka dari itu, penetapan harga TBS kelapa sawit harus lebih holistik dengan mempertimbangkan semua komponen yang dihasilkan dalam industri CPO,” terang Fitri.

Fitri menekankan pentingnya mempertimbangkan nilai ekonomi dari semua komponen ini agar kesejahteraan para petani dapat meningkat.

Dengan memasukkan parameter tambahan dalam penetapan harga, diharapkan para petani kelapa sawit dapat merasakan manfaat yang lebih besar dari hasil pengelolaan TBS.


“Keuntungan perusahaan dan kesejahteraan petani dirasakan tidak setara, diharapkan menjadi perhatian tim penetapan harga TBS, khususnya di Provinsi Bengkulu ini,” pungkas Fitri. (adv)

Salah Satu Pabrik Sawit di Bengkulu Foto/Dok
Salah Satu Pabrik Sawit di Bengkulu Foto/Dok

 

  • Bappeda

Berita Terkini