Skip to main content

Seminar Kolaboratif Cegah Radikalisme di UIN FS Bengkulu, Densus Hadirkan Gus Najih

Seminar Kolaboratif Cegah Radikalisme di UIN FS Bengkulu.
Seminar Kolaboratif Cegah Radikalisme di UIN FS Bengkulu.

Bengkulu - Satgaswil Bengkulu Densus 88 AT Polri, bekerjasama dengan Badan Kesbangpol Provinsi Bengkulu, dan UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, mengadakan Seminar Nasional Kolaboratif Agama dan Radikalisme dengan tema "Sinergi Dalam Menangkal Ideologi Radikal di Era Digital". Seminar yang diadakan di Aula Prof. Dr. KH. Djamaan Nur UIN FS Bengkulu, Kamis (9/10/2025) ini, menghadirkan nara sumber Dr. Muhammad Najih Arromadloni (Gus Najih) yang merupakan tokoh NU, sekaligus penggiat kelompok radikal.

Seminar yang diikuti sekitar 250 peserta dibuka oleh Rektor UIN FS Bengkulu, Prof Dr. Zulkarnain Dali, dan dihadiri Kasatgaswil Bengkulu Densus 88 AT Polri yang diwakili Katim Pencegahan.

Dalam sambutannya, Katim Pencegahan Satgaswil Bengkulu Densus 88 AT Polri menyampaikan, pihaknya menyelenggarakan seminar kolaboratif ini sebagai bentuk sinergi memperkuat pencegahan radikalisme di Bengkulu.

Sementara itu, Rektor UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu Zulkarnain Dali mengatakan, masalah agama dan radikalisme juga terorisme sudah ada sejak dahulu, dan diera digital saat ini perlu terus diwaspadai.

Adapun, Gus Najih dalam materinya memaparkan, Fenomena Global Terorisme menjadi ancaman beragama. 

"Trend terorisme saat ini mengatasnamakan agama. Trend radikalisme sudah berkembang sejak tahun 1960-an. Kebanyakan mahasiswa/mahasiswi UIN di Indonesia Ini contohnya UIN Jakarta dan UIN Surabaya mahasiwa suka sekali mengutip pendapat Sayyid Quṭb seperti Fi ZHilalil Qur'an, Ma'alim Fi Ath-Thariq dan Buku-buku yang lain. Tetapi yang banyak tidak di ketahui bahwa Sayyid Quṭb adalah rujukan dari kelompok-kelompok Teroris dan Sayyid Quṭb orang yang di hukum mati di mesir karena kasur Terorisme dan itu bukunya sangat populer di UIN," bebernya.

Lanjutnya, ekstrimisme dulu banyak juga yang non agama yang di maksud Radikalisme-terorisme yang haluanya kiri (Sosialis atau Komunis). "Demontrasi di Jakarta maupun di beberapa tempat sejak tahun 2014 sapai dengan Agustua 2025 yang membuat Ricuh atau membuat siatuasi tidak terkendali yaitu disebabkan oleh Kelompok Anarko, karena kelompok Anarko tersebut Benci terhasap Pemerintah anti terhadap struktur dan anti terhadap Kemapanan. Ideologi kelompok Anarko tersebit adalah Ideologi Kiri," sampainya.

Lebih lanjut, Gus Najih menyampaikan, radikalisme ini ada yang pra dan paska, Pranya adalah Intoleran dan paskanya adalah Pelaku Teror.

"Terorisme hampir ada di semua Agama, kita di Indonesia mayoritas agama Islam, dan kelompok teror di Imdonesi mengatasnakan Agama Islam, di negara lain seperti Amerika berkembang kelompok-kelompok Radikal yang mengatas namakan Agama Kristen dan begitun di negara lain. 

Sementara itu, di Bengkulu sudah beberapa kali penangkapan terhadap kasus Terorisme, jadi ketika tidak ada peristiwa Teror bukan berarti ancamanya tidak ada hanya aparat keamananan kita berhasil melakukan pengamanan sebelum kejadian itu terjadi, karena di Bengkulu ini puluhan Pelaku Teror sudah di tangkap dari kelompok JI maupun JAD yang seperti ini tidak boleh bertambah banyak.

"Polisi atau Densus 88 hanya dilatihkan untuk melakukan penegakan hukum, tetapi melakukan pencegahan menyebarkan pemahaman yang moderat dan menyebarkan ajaran Islam rahmatan lil alamin yang mengerti dalil Al-Quran, mengeri hadisnya, dan hukumnya yaitu Dosen dan Mahasiswa dari UIN," imbuhnya.

"Apakah Bendera Tauhid itu ada di Agama Islam? Apakah Alquran ada menyebut Bendera Tauhid apakah Hadis ada menyebutkan tentang Bendera Tauhid? tentunya tidak, Islam itu potokannya Alquran dan Sunnah/hadis, Semua kelompok Isis yang berkembang di Surya semuanya meng klaim Bendera mereka adalah Bendera Tauhid. Kelompok Radikalisme-Terorisme menjanjikan jika menegakkan sistem Khilafah di suatu negara akan bisa menyelesaikan suatu masalah, dan contohnya negara yang sudah berdirinya Khilafah yang dulunya makmur dan sekarang hancur. Kita harus menguatkan wawasan keagamaan. Radikal terjadi bukan karena orang taat beragama tetapi Radikalisme itu tumbuh karena kedangkalan beragama. Apabila orang yang luas pemahaman tentang agama tidak bakal terjangkit Radikal karena Agama itu pasti mengajar tentang kebaikan, dan itu tegas sekali dalam Al-Quran," ujarnya.

Gus Najih mengajak "kita harus mengatkan wawasan kebangsaan supaya kita tidak mudah terprovokasi terhadap propaganda-propaganda dari kelompok Radikal. Wawasan sosial dan Politik kita harus perkuat, misalnya piagam jakarta seperti apa, pancasila jangan bingung kalo ada yang Kontradisikan antara negara dan agama. Kemudian, tantangan kita bukan hanya dalam bernegara dan juga dalam beragama, menjaga citra islam yang baik itu adalah tanggung jawab kita semua, salah satu tujuan syariat adalah menjaga citra islam yang baik. Negara Indonesia ini adalah tempat kita hidup, tampat kita belajar, tempat kita beribadah, tanpa kehadiran negara kita tidak bisa beribadah, karena itu hakikatnya tidak mungkin beragama jika tidak ada negara, ketika kita menjaga negara hakikatnya kita sedang menjaga agama kita," pungkasnya.

Berita Terkini