Skip to main content

“Invest in Our Planet” Investasi Bumi Dibajak Oligarki

PR - Peringatan Hari Bumi Tahun 2022, diperingati dengan tema invest in our planet. Peringatan hari yang dimulai tahun 1970 ini dilatarbelakangi aktivitas pabrik yang menghasilkan asap beracun dan dibuang berton-ton limbah beracun ke sungai sehingga meningkatnya kekhawatiran kelebihan polusi udara, hilangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya kualitas lingkungan. Ada 20 juta orang Amerika baik dari sekolah dan komunitas lokal berdemonstrasi di berbagai kota.

50 tahun berlalu, sejak dimulainya peringatan hari bumi ini, tidak ada perbaikan signifikan yang terjadi, bahkan yang terjadi adalah kekuatiran bahwa planet ini sudah semakin rentan akibat kegiatan eksploitasi tanpa kendali. Salah satu ancaman terbesarnya adalah krisis iklim.

Terkait dengan tema invest in our planet, negara dan rakyat sebenarnya telah melakukan tindakan yang cukup signifikan untuk menahan laju perubahan iklim, gerakan rehabilitasi hutan dan lahan, Pengendalian kebakaran hutan sampai dengan pemanfaatan energi terbarukan.

Namun tindakan yang dilakukan ini justru dibunuh atau digagalkan oleh oligarki. Tindakan penyelamatan untuk menurunkan emisi justru berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi saat ini. Penyelamatan hutan dilakukan tapi proses pembukaan hutan juga lebih massive lagi. Satu sisi penyelamatan dan sisi lain penghancuran.

Salah satu contoh nyata, di sektor energi. Upaya dilakukan dengan pemanfaatan energi bersih. Namun pertumbuhan energi bersih lambat tapi pembakaran batu bara terus dilakukan. Di Sumatera, ada 33 PLTU batu bara yang sudah beroperasi dan berkontribusi terhadap emisi karbon. Tidak hanya sampai disitu, Sumatera tetap akan menjadi tempat mendirikan PLTU batubara, tidak kurang dari 4,5 GW PLTU akan didirikan secara global pembakaran batu bara berkontribusi besar emisi karbon 44%. Pembakaran batubara yang menghasilkan senyawa beracun (SOx, NOx, PM2,5, logam berat) menyebabkan polusi udara dan lebih parahnya lagi menyebabkan hujan asam yang mempengaruhi tanaman, tanah, bangunan dan benda lain di permukaan bumi.

M. Fahmi ketua Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH) menyatakan bahwa selain menjadi kontributor utama pada krisis ikilim, pada tingkat tapak PLTU Batubara di Aceh, telah menggusur warga desa suok pontong, mereka terpaksa pindah karena hujan debu setiap hari. Perusahaan juga menggunakan jalan negara untuk mengangkut batubara. Mirisnya negara membiarkan hal ini terjadi. Mereka seolah tidak peduli dengan pelanggaran-pelanggaran corporate, keluhan-keluhan masyarakat sering tidak digubris. sebagai contoh, ketika masyarakat melaporkan tentang telah terjadinya pencemaran, mereka sering tidak bertindak kalaupun bertindak, pasti ketika momentnya sudah tidak tepat.

Hal tersebut diperkuat oleh Sumiati Surbakti, Direktur Yayasan Srikandi Lestari bahwa PLTU batubara diduga telah menguasai dan menghancurkan ruang hidup masyarakat pesisir Pantai Timur langkat. Nelayan dilarang melaut dan memancing di sekitar dermaga PLTU pangkalan Susu bahkan kerap di usir oleh para pihak keamanan dari PLTU.

"Hal ini tentu saja semakin membuat nelayan miskin, terutama pada nelayan tradisional yang tidak mempunyai kemampuan melaut hingga ke tengah. Dampak di Desa Pulau sembilan kecamatan pangkalan susu, petani tambak ikan gulung tikar karena hasil tambaknya merugi, diduga ini diakibatkan limbah batubara yang jatuh kedalam laut dan mencemari air laut," terang Sumiarti.

Di Sumatera Selatan tepatnya Kabupaten Lahat, Sahwan ketua Anak Padi menyatakan bahwa kondisi di desa Muara maung dikepung puluhan perusahaan Tambang Batu bara dan dua PLTU batubara. Sungai yang menjadi sumber air bersih warga tercemar dan jika hujan banjir datang. Debu dan abu beracun membuat udara kotor dan menyebabkan ISPA.

Olan Sahayu Direktur Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia yang merupakan tuan rumah Jejaring Sumatera Terang Energi Bersih meyakini bahwa potret yang disampaikan oleh beberapa kawan kawan tersebut belum mewakili potret secara keseluruhan akibat penggunaan energi kotor di sumatera. Kerusakan sumber penghidupan seperti sungai, tanah dan udara adalah hal yang akan terjadi jika tidak segera dilakukan tindakan yang kuat dari rakyat.

"Kita tidak bisa berharap dari negara untuk menyingkirkan kekuatan oligark di negeri ini, hanya rakyat terdidik dan bersatu yang mampu, tanpa itu tema hari bumi hanya akan menjadi slogan tanpa arti," tutup Olan.

  • KENZO CELL

Berita Terkini

Berita Rekomendasi