Skip to main content

Empat Poin Gagal Disepakati, Upaya Helmi Selamatkan Aset PTM dan Mega Mall

Gubernur Bengkulu H. Helmi Hasan, SE
Gubernur Bengkulu H. Helmi Hasan, SE

Bengkulu – Gubernur Bengkulu H. Helmi Hasan, SE memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu dan dimintai keterangan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Rabu (30/7), terkait kasus dugaan korupsi Mega Mall yang telah menyeret sejumlah tersangka. Helmi hadir sebagai saksi dan memberikan klarifikasi terhadap sejumlah dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan aset Pemerintah Kota Bengkulu.

Helmi Hasan membenarkan pemeriksaan tersebut dan menyatakan dirinya menghormati proses hukum. Melalui juru bicaranya, Zacky Antony, Helmi mengungkapkan bahwa justru selama menjabat Wali Kota Bengkulu, dirinya aktif melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap potensi penyimpangan, termasuk mempertahankan aset PTM dan Mega Mall agar tetap menjadi milik Pemkot.

“Pak Helmi secara tegas menolak pengalihan lahan kepada pihak pengelola. Beliau menginginkan status hukum PTM dan Mega Mall tetap atas nama Pemerintah Kota Bengkulu,” kata Zacky.

Sebagai informasi, perjanjian kerja sama pengelolaan Mega Mall dimulai sejak 2004 antara Pemkot Bengkulu dan pihak swasta, yakni CV. Dwisaha Selaras Abadi bersama PT. Trigadi Lestari, melalui perjanjian No. 640/228/B.VII dan diperbarui lewat addendum tahun 2005. Namun, dalam perjalanannya, HGB (Hak Guna Bangunan) atas lahan tersebut justru digunakan pihak pengelola sebagai jaminan pinjaman ke BRI senilai Rp 34,9 miliar, dan kemudian dialihkan ke bank lain.

Padahal, berdasarkan PP No. 6 Tahun 2006 dan Permendagri No. 17 Tahun 2007, IMB dan kepemilikan lahan atas aset daerah semestinya atas nama pemerintah. Bahkan, secara hukum, aset tersebut tidak boleh dijaminkan atau dipindahtangankan.

Menanggapi hal itu, Helmi Hasan selaku Wali Kota kala itu telah bersurat resmi ke BRI pada 28 Juni 2013, menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar aturan agraria dan meminta agar sertifikat dan IMB dikoreksi.

Helmi juga menolak menandatangani addendum ulang perjanjian karena empat poin krusial yang diajukan Pemkot tidak disetujui pihak pengelola. Keempat poin tersebut adalah:

   1. Perubahan nama IMB menjadi atas nama Pemerintah Kota Bengkulu.
   2. Revisi jangka waktu kerja sama dari 40 tahun menjadi 30 tahun.
   3. Bagi hasil keuntungan tanpa menunggu kembalinya investasi pihak pengelola.
   4. Penambahan klausul penyerahan seluruh aset kepada Pemkot setelah masa kerja sama berakhir.

“Karena tidak ada kesepakatan, Pak Helmi tidak bersedia memperpanjang atau menambah addendum kerja sama,” tegas Zacky.

Langkah-langkah ini, menurut Zacky, merupakan bagian dari komitmen Helmi Hasan dalam menjaga aset daerah dan memastikan pengelolaannya berjalan sesuai hukum dan asas keadilan bagi masyarakat Bengkulu. (*)

Berita Terkini