Berita Terkini

Lebong – Kilau emas di Kabupaten Lebong, Bengkulu, tak lagi memberi harapan, melainkan menebar malapetaka. Janji kesejahteraan berubah menjadi kutukan ekologis yang menghantam tiga sendi utama kehidupan: destinasi wisata, fasilitas publik, dan kesehatan masyarakat.
Kidang Baradang (Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kab. Lebong) mengungkapkan, aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di daerahnya telah menjadi ancaman nyata.
"Bukan hanya merusak wajah destinasi wisata Alam Goa Kacamata desa Lebong Tambang, Kec. Lebong Utara tetapi juga telah merusak lingkungan fasilitas publik. Sebut saja gedung Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa Lebong Tambang yang rusak, empat ruang kelas Madrasah Ibtidaiyah Swasta 01 retak dan amblas, serta musala yang runtuh akibat longsoran tanah.
Kidang Baradang, Korban jiwa akibat aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) terus berjatuhan, tercatat sejak 2020 hingga 2022 sebanyak 21 orang pekerja tambang emas tradisional menjadi korban kecelakaan, di mana 8 orang di antaranya meninggal dunia akibat kehabisan oksigen dalam lubang tambang atau tertimbun longsor.
Kabupaten Lebong terdapat sedikitnya 190 titik galian lubang emas aktif yang tersebar di tiga kecamatan. Di Kecamatan Lebong Utara terdapat 70 lubang tambang, Kecamatan Pinang Belapis menyumbang 85 lubang di empat titik, dan Kecamatan Tes memiliki 35 lubang aktif di Lebong Simpang.
Aktivitas tambang liar ini didukung puluhan pengolahan emas skala rumahan—gelondongan dan tong—yang menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri, sianida, dan soda kaustik. Limbah dari proses tersebut mengalir langsung ke sungai, mencemari air dan merusak tanah, serta berpotensi menjadi pemicu longsor dan banjir bandang. Ujarnya
Nurcholis Sastro, seorang aktivis lingkungan di Kabupaten Lebong, menilai bahwa tambang emas ilegal ini merupakan warisan kolonial.
"Lubang tambang yang ada sekarang merupakan warisan penjajah. Seharusnya, pasca kemerdekaan, pengelolaan tambang emas diperkuat secara legal agar mudah dikontrol," bebernya. Saat ini, tambang warisan tersebut dikelola kelompok masyarakat secara ilegal, di mana banyak pihak mengambil keuntungan dari jual beli merkuri dan emas.
Nurcholis mengusulkan agar pemerintah segera menyusun perencanaan untuk mengubah pengelolaan tambang emas dari ilegal menjadi legal agar dapat dikontrol dengan baik.
"Saat ini, limbah merkuri dibuang bebas ke sungai, mencemari air dan sumur masyarakat tanpa ada yang mengontrol," ujarnya.
Ia menambahkan, aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Lebong berpotensi mengalirkan miliaran rupiah setiap harinya dalam bentuk kegiatan penambangan emas mentah.
"Penambangan emas ilegal merugikan banyak pihak, infrastruktur rusak, sungai tercemar, sementara negara tidak menikmati pajaknya. Pemerintah harus berbenah," tutupnya.