Skip to main content

KPK Gelar Rakor Pencegahan Korupsi

Bengkulu - Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) mengelar Rapat Koordinasi bersama pemerintah Provinsi Bengkulu tentang pencegahan korupsi pada badan usaha secara virtual.

Rakor ini memfokuskan pencegahan korupsi di BUMD yang saat ini telah dibentuk bidang tersendiri yaitu Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha (AKBU) KPK RI.

Rakor ini dibuka secara resmi oleh Sekda Provinsi Bengkulu Hamka Sabri yang diikuti Direktur I Koordinasi dan Supervisi KPK RI, Satgas KPK, Direktur Anti Korupsi Badan Usaha serta dari Provinsi Bengkulu ada Inspektur, Karo Ekonomi, Komisaris, Direksi dan Satuan Pengawas Internal Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Bengkulu (SPI BUMD).

Dalam sambutannya, mewakili Gubernur Bengkulu, Sekda Hamka Sabri menyambut baik atas Rakor yang diadakan oleh KPK RI sesuai tugas dan fungsinya.

Dengan pengawasan KPK, yang memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh BUMD, diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di tubuh BUMD.

"Kita (Povinsi Bengkulu) memiliki tiga BUMD yaitu Bank Bengkulu, Bengkulu Mandiri serta Bimex, diharapkan KPK dapat memberikan pengawasan dan pembinaan agar badan usaha milik daerah kita tidak sampai tersandung hukum," sampai Hamka Sabri, di Ruang VIP Pola Provinsi Bengkulu.

Lebih lanjut disampaikannya, BUMD merupakan salah satu roda penggerak ekonomi di daerah dan pembangunan nasional yang dituntut adanya manajemen yang profesional.

"Badan usaha merupakan garda terdepan yang dapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada, sehingga kita berharap dapat berjalan baik dan berkontribusi bagi pembangunan daerah," ujarnya.

Dilain sisi, Kasatgas Anti Korupsi KPK RI Maruli Tua menjelaskan, ada empat target pencegahan korupsi di BUMD tahun 2021.

Pertama, regulasi dan mekanisme pengisian jabatan pengurus BUMD.

Kedua, sistem manajemen anti suap.

Ketiga, pembentukan agen pembangunan integritas dan LHKPN.

"Terakhir, penguatan SPI dan pembangunan WBS," sebutnya.

Direktur Anti Korupsi Badan Usaha KPK RI Aminudin mengatakan, dalam Pasal 4 ayat (2) PERMA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi menyatakan, Korporasi dapat dipidana bila, memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana yang dilakukan untuk kepentingan Korporasi.

Selanjutnya, melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana.

Kemudian, sebutnya, tidak melakukan upaya pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana (termasuk korupsi).

"Data KPK per Desember 2020 hampir 70 persen kasus korupsi melibatkan pelaku usaha (swasta dan BUMN dan BUMD) pejabat publik dan legislatif," ungkapnya.

"KPK selalu mengedepankan pencegahan dari pada penindakan," tutupnya.

redaksi

  • KENZO CELL

Berita Terkini

Berita Rekomendasi